Merdeka Belajar 2020
Paradigma Belajar
Hal yang paling mendasar adalah menyamakan visi dan persepsi antara orang tua, anak, dan sekolah. Kita sepakati bahwa belajar tidak harus didepan meja, membaca buku, atau menonton video berisi rumus matematika. Namun belajar bisa kapan saja, dimana saja, dan bagaimana pun caranya. Setiap episode kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran. Belajar adalah bertambahnya pengetahuan kognitif, afektif maupun psikomotor pada anak. Bukan seberapa lama anak duduk di kursi belajarnya. Ketika anak bisa menyelesaikan masalah rem sepedanya sekalipun itu adalah pembelajaran.
Kemerdekaan Belajar Anak
87% Mahasiswa Indonesia merasa salah jurusan. Itu artinya bahwa selama ini anak merasa belajar adalah beban tanggung jawab dari orang tuanya. Seharusnya belajar harus bermula dari keinginan anak, sehingga anak merasa bahwa belajar adalah Haknya, bukan kewajiban dari orang tua/gurunya. Sehingga tujuan akhir pembelajaran serta metode penilaian seharusnya anak itu sendiri yang menentukan. Bebaskan seluas-luasnya kepada anak untuk menentukan target pembelajarannya selama 1 semester ingin menguasai apa saja.
Misalnya ingin menguasai software desain corel draw, targetnya selama 6 bulan sudah bisa membuat desain kaos sendiri. Dengan bantuan dari gurunya sebagai mentor ia akan belajar membuat jadwal bulanan, target mingguan dan target pembelajaran hariannya sendiri. Setelah 6 bulan dirinya sendiri yang menilai hasil dari pembelajarannya, seberapa puas ia dengan desain yang dihasilkannya. Seberapa puas dengan progress pencapaiannya selama ini.
Upgrading Skill Orang Tua sebagai Pelatih
Upgrading disini bukan berarti orang tua harus bisa mengajar seperti guru, bahkan harus menguasai kurikulum. Namun orang tua harus belajar memerankan sebagai pelatih (coach) dimana dengan bermodal bertanya dan mendengarkan anak, bisa menumbuhkan keingintahuan anak serta bisa memicu critical thinking dan kreativitas anak. Lupakan peran orang tua sebagai wasit yang hanya memarahi, menghukum dan memberi label buruk pada anak. Bagaimana agar orang tua bisa seperti itu? Dengan belajar tentunya
Upgrading Skill Guru
Mungkin dahulu guru memiliki spesialisasi bidang keilmuan masing-masing. Namun saat ini guru harus membuka diri belajar menjadi seorang mentor. Karena faktanya era saat ini informasi pengetahuan sudah tergantikan oleh Maha Guru bernama Google. Anak SD pun sudah bisa membuat aplikasi seperti lulusan S1 Teknik Informatika. Jadi jangan berharap menjadi guru yang pintar melebihi google, namun sebaiknya kita geser peran guru sebagai mentor anak, pemberi semangat, tempat anak berdiskusi, membantu anak merefleksikan masalah yang dihadapi. Karena Hal-hal seperti ini yang tidak akan dapat tergantikan oleh Teknologi.
Dengan seperti itu, kita tidak lagi memperdebatkan kapan anak masuk ke ruangan kelas sekolah lagi, harapannya anak menjadi dirinya sendiri, berprestasi sesuai ukurannya masing-masing. dapat mendesain kehidupannya sendiri, bukan lagi menjadi boneka dari cita-cita orang lain.
Komentar
Jadilah yang pertama berkomentar di sini